Pertarungan Kelas Pekerja Merebut Pilihan Hidup

Ulasan Film Super 30

Oleh M Fathonaddin

Karya I Nyoman Masriadi

“Anak raja tetaplah anak raja, dan pangeran akan tetap dianggap yang paling cerdas daripada anak seorang budak”
(kisah Mahabarata)

Apakah kita mengingat bocah suku Ekalaya di Mahabarata? Dia lebih baik dari pangeran Arjun dalam memanah, namun apa yang diminta guru mereka Dronacharya tentang dia? Gurunya meminta agar bocah itu memotong jempolnya, Mengapa? Agar pangeran Arjun tidak akan kehilangan posisinya sebagai pemanah terbaik.
Judul Film : Super 30
Tahun : 2019
Produksi : Reliance Entertaiment
Sutradara : Vikash Bahl

Atagonisme kelas (budak dan hamba) yang dipotret dalam kisah Mahabarata memberikan suatu gambaran historis, tentang bagaimana relasi sosial bekerja dimasa feodalisme. Antagonisme kelas tersebut berlangsung cukup lama, hingga hadir suatu formulasi sosial baru yakni kapitalisme. Kemudian dikonfirmasi oleh Karl Marx bahwa sejarah masayarakat adalah sejarah pertarungan kelas, antara kelas yang menguasai dan dikuasai atau biasa dia menyebutnya kelas berjuasi dan proletariat. Dalam relasi soisial kapitalistik, eksploitasi dan reproduksi kelas proletariat merupakan petanda dominasi dari relasi sosial tersebut. Pilihan dan peluang hidup dikontrol dan ditentukan oleh hubungan produksi yang eksploitatif dan alenatif ini.

Pembagian kelas dalam relasi sosial kapitalisme bukan terjadi karena kemampuan menabung, kemalasan bekerja dan belajar atau takdir Tuhan seperti yang dikampanyekan oleh bapak ekonomi klasik Adam Smith. Tetapi ada hal yang paling mendasar untuk melihat pembagian kelas dalam relasi sosial kapitalisme, penting kiranya melihat bagaimana dunia bekerja dalam genggaman relasi kuasa (kebijakan, keabsahan, modal dan kekerasan) yang berkontribusi atas menyingkirkan para subjek produksi dari sarana produksinya, sehingga si subyek produksi tidak memiliki apapun selain tenaga kerja yang siap dijual kepada yang menguasai sarana produksi (Baca: Marx dan Tania Li).

Reproduksi kelas pekerja akibat terjadinya monopoli atas sarana produksi, berdampak kepada pilihan dan peluang hidup manusia sesungguhnya masuk kedalam mekanisme pasar. Termasuk dalam pilihan untuk menjadi cerdas dan mendapatkan pendidikan yang layak seperti diceritakan dalam film tersebut, bahwa komoditifikasi pengetahuan oleh institusi pendidikan membuat Anand Kumar (tokoh utama dalam film super 30)yang lahir dari rahim kelas pekerja gagal mengakses pilihan untuk mendapatkan pendidikan yang diinginkannya.

Baca juga:  Tashkent yang Cantik, yang Hangat

Bukankah manusia bebas memilih?

Bukankah manusia berhak mendapatkan pendidikan yang layak?

Jawabannya tidak, semua pilihan itu tergantung kau kaya (bos) atau miskin (pekerja)..!!

Kebebasan memeilih dalam pandangan Marx bahwa kelas pekerja yang miskin bebas menjual tenaga kerja mereka dengan murah dan bebas pula dari sarana produksi, bahkan jargon kemerdekaan pun hanya mengarah pada pembeli atau penjual tenaga kerja ditentukan oleh keinginan bebas diri mereka sendiri, dan dipandang sebagai manusia merdeka yang sama di mata hukum.

Sirkulasi antara kelas pekerja dan bos akan berjalan terus menerus dan mereproduksi diri dalam kehidupan sosial, seperti yang dikatakan Muchtar Habibi (2017), sehingga yang miskin akan semakin miskin dan yang kaya akan semakin kaya, dan yang miskin akan semakin sulit mengakses peluang dan pilihan hidup, sedangkan si kaya dilayani oleh pilihan dan peluang hidup di depan mata.

Fakta di atas terjadi hampir diseluruh negara dunia tiga, yang berada di bawah bayang-bayang negara imprialis maju, seperti India yang dipotret dalam film biografi “Super 30”. Film tersebut menggambarkan bahwa India merupakan negara yang memiliki tenaga kerja murah atau Negara yang banyak sekali menyediakan tentara cadangan pekerja, seperti data yang dirilis oleh Trading Economics menyebutkan dalam Januari 2020 Tingkat Pengangguran di India ada pada angka 7.20%, Tingkat partisipasi Angkatan Kerja 49.80%, dan Tingkat Pengangguran usia muda 23.70% dari 1.354.640.000 populasi. Fakta yang sangat mengerikan ketika di hadapkan dengan suatu kenyataan yang berbeda bahwa 15 orang terkaya di India yang kekayaannya jika digabungkan bisa mencapai angka Rp.2.697 triliun (Economy.Okezone.com).

Baca juga:  Setelah Menonton "Bumi Manusia"

Film Super 30 yang disutrdarai oleh Vikas Bahl, memotret biografy seorang tokoh Anand Kumar Sang ahli Matematikawan asal Desa Patna, Distrik Bihar, India yang diperankan oleh Hritik Roshan.

Anand Kumar yang lahir sebagai anak yang cerdas dalam rahim kelas pekerja, dari kecerdasannya dalam ilmu matematika, dia sangat sering mendapat penghargaan, dan setelah Anand Kumar lulus, dia pun memiliki niat untuk melanjutkan studinya di Universitas ternama seperti Oxford dsb. Kesungguhan Anand Kumar untuk mencapai keinginanya, dia pergi menyelinap di Perpustakaan sekolah orang-orang kaya untuk membaca buku. Suatu saat Anand Kumar didapati bahwa dia bukan seorang siswa dari sekolah tersebut, akhinya dia diusir dan dilarang belajar di Perpustakaan. Respon Anand Kumar ataspengusiran oleh pihak sekolah, hanya dengan satu kalimat yakni “pendidikan adalah hak semua warga Negara”. setelah diusir dari perpustakaan, tidak membuat Anand Kumar menyerah, malah menerbitkan makalah tentang teori bilangan.

Dari makalah yang memuat teori bilangan tersebut, Anand Kumar mengirimnya dan akhirnya mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studinya di Cambridge Universty. Faktanya Anand Kumar terlahir sebagai anak kelas pekerja, peluang untuk melanjutkan studinya hilang sebab biaya transportasinya tidak ada. Dalam situasi tersebut tidak ada yang mebantu termasuk negara, dan akhirnya Anand Kumar gagal dan tidak pernah melanjutkan studi lagi.

Dari rasa marahnya terhadap relasi sosial yang sangat kapitalistik yang mendominasi kehidupannya, akhirnya Anand Kumar mengambil sikap politik yang jelas dengan berteguh hati, bahwa kelas kaya yang dominan adalah lawan dari kelas pekerja yang miskin.

Dari situ Anand Kumar mengumpulkan 30 orang anak yang lahir dari keluarga pekerja miskin yang ingin belajar tapi tidak mampu mengakses pendidikan karena mahal, dia dididik secara gratis, sebagai langkah alternatif dari pendidikan yang sangat mahal yang disediakan oleh pasar dan negara, bahwa kecerdasan tidak hanya milik orang kaya.

Baca juga:  Bagaimana Kuasa Penyingkiran Bekerja di Asia Tenggara

Pendidikan alternatif yang dibangun oleh Anand kumar, mendapatkan banyak respon penolakan oleh sekolah orang-orang kaya, kemudian sekolah alternatif yang dibangun oleh Anand Kumar dimasuki oleh anak anak orang kaya yang membayar mahal karna hanya ingin mendapat pelajaran dari Anand Kumar sebagai ahli matematika, tapi antagonisme kelas, membuat Anand Kumar mengambil sikap untuk tidak mengajari anak orang orang kaya tersebut. Akhirnya Anand diIntimindasi bahkan hampir mati dibunuh oleh orang orang suruhan sekolah kaya yang bersekongkol dengan Negara, karna keberadaan Anand dan sekolah alternatifnya akan mengganggu kantung keuntungan mereka.

Kemudian Anand Kumar membuktikan pada dunia, bahwa pertarungan kelas tidak selalu dimenangkan oleh Si kaya, dengan membuktikan bahwa dia mampu menciptakan 30 orang jenius dari anak kelas pekerja miskin dan semuanya lulus dalam ujian masuk Universitas ternama di India yaitu Universitas Indian Institutes of Technology (IIT) dan berhasil menjadi ilmuwan ilmuwan berbakat dari india hari ini.

Kisah Anand Kumar dalam film Super 30, membuktikan pada dunia hari ini yang didominasi oleh corak produksi kapitalisme bahwa pertarungan kelas di ranah apapun termasuk dalam ranah pendidikan, tidak selalu Si kaya yang keluar sebagai pemenangnya, tapi ternyata dengan semangat dan posisi politik yang jelas si miskin pun mampu menjadi pemenang. Karna manusia memiliki kesamaan hak maka ketimpangan kelas sosial menjadi satu satu nya alasan bagi kelas pekerja untuk melawan logika formal yang selalu diciptakan oleh para penguasa dan kelas kaya.

Dari film tersebut kita bisa mempelajari bahwa pilihan dan peluang hidup yang dimonopoli oleh si kaya, ternyata bisa juga direbut oleh si miskin (pekerja) dengan cara-cara alternatif dan posisi politik yang siap melawan segala bentuk dominasi.

0%