Oleh: Muhammad Ridha
[Saya mencium tangannya, menumpahkan airmata, dan alih-alih meminta syafa’at(pertolongan), saya berkata, karena kebingungan, ‘siyahat’(bepergian) wahai Rasulallah!. Nabi tersenyum lalu berkata, “Syafaatdan siyahat” (yaitu pertolongan dan perjalanan) diberikan kepadamu, dengan Kesehatan dan kedamaian!]
[Euliya Celebi,Konstantinopel Abd Ke-17 Sebuah Catatan Perjalanan]
Begitulah potongan pertemuan antara Euliya Celebi, seorang pengelana dan penulis sejarah beberapa kota yang dikunjunginya di abad ke-17, dengan yang mulia Nabi Muhammad SAW dalam mimpinya suatu hari. Mimpi itu dikisahkan terjadi di Masjid Akhi Chelebi Ketika Auliye Celebi bertemu Sa’d Vakkas yang mengantarnya bertemu Nabi dalam dialog di atas, juga menyalami semua sahabat nabi, pada para pejuang islam yang telah jihad yang rombongannya dipimpin oleh Hamzah, sepupu Nabi, penghulu para mujahid dan pemberani. Mimpi inilah yang dibawa kepada penafsir mimpi di sekitar Istanbul/konstantinopel seperti Ibrahim Efendi dan Abdullah Dedeh. Keduanya menafsirkan sesuatu yang mirip yang menggambarkan Auliye Celebi akan menjadi pejalan yang mengelilingi dunia dan mengunjungi semua makan para nabi dan auliya seperti yang ditemuinya dan diciumi tangannya dalam mimpi.
Tak lama setelah kejadian itu, Euliya Celebi mulai berkeliling desa-desa di sekitar rumahnya di Istanbul. Perjalanan ini dimulai di era kepemimpinan Sultan Murad IV, penakluk Bagdad, memimpin kesultanan Utsmaniah.[1]Memulai perjalanan di kota konstantinopel dan mencatat detil kota itu dan sejarahnya mulai dari mitos-mitos serta legenda yang mengisahkan bagaimana kota benteng yang amat kuat itu dibangun dalam Sembilan periode hingga bagaimana ini direbut oleh Sultan Mehmed kira-kira dua ratus tahun sebelum Euliye Celebi menuliskan bukunya yang menarik mengenai perjalanannya mengunjungi berbagai tempat di Asia, Afrika dan Eropa yang dimulai di Konstantinopel.
Kehendak untuk bepergian dan mengetahui serta mencatat kota-kota yang dikunjungi seperti menjadi ciri dari masyarakat muslim maju di abad pertengahan. Banyak di antara para penulis, ilmuwan muslim juga sekaligus adalah pengelana yang telah mendatangi dan bermukim/singgah beberapa saat di berbagai kota. Kota-kota tersebut biasanya kota-kota di dunia Islam yang Ketika itu memang merupakan kota-kota paling maju dan ramai. Seperti kota Bagdad, Hamadan, Tripoli, Damaskus, Alexandria, Istanbul, Marakkes, Fez, Tunis, Cairo, Isfahan, Balk, Samarkand, Baku, Merv, hingga kota-kota di India. Para sarjana biasanya seringkali juga adalah para petualang, yang karena berbagai alasan, bisa pergi atau datang ke satu dan lain kota. Inilah mungkin yang juga mengkondisikan seorang Euliya Celebi berfikir untuk menjadi pengelana yang kembaranya dituliskan. Seperti nama-nama besar lainnya yang telah lebih dulu mengembara seperti Al-Idrisi, al-Biruni, atau yang lebih fenomenal adalah Ibnu Batutah.
Para Petualang Muslim
Ada begitu banyak ilmuwan sekaligus juga adalah petualang yang paling tidak telah datang dan berkunjung ke kota di luar kampung halamannya seperti Euliya Celebi di Utsmaniah. Sebelum Celebi beberapa ilmuwan dan petualang muslim telah mengunjungi berbagai daerah yang luas dan mencatat wilayah tersebut -baik sebagai catatan perjalanan saja atau berupa riset operasional di tempat yang didatangi. Mulai dari wilayah di sekitar pusat dunia Islam di Arab, Persia, Suriah, Asia Tengah, Afrika Utara atau yang jauh seperti India hingga Tiongkok. Sejauh yang saya temukan, hanya Amerika dan Australia, benua yang benar-benar belum masuk dalam imajinasi geografis para petualang muslim. Meski al-Idrisi sudah menyadari pelayaran di Atlantik dalam penjelasannya soal Inggris, tapi belum ada penjelasan dan belum ada temuan berarti yang menunjukkan dua benua itu pernah dikunjungi dan dituliskan oleh petualang muslim di abad pertengahan hingga era-era Celebi menuliskan kisah petualangannya meski di era tersebut pelayaran Colombus dan arus pelyaran setelah Colombus telah begitu banyak dilakukan.
Di antara ilmuwan dan petualang itu, salah seorang yang mula-mula adalah Abu Rayhan Muhammad al-Biruni (973-1050 M). Dia adalah seorang ilmuwan polimatik yang terjebak di istana Ghaznawiyah, yang menuliskan perjalanannya ke India, wilayah yang telah diserang dan dijarah oleh rezim Ghaznawi yang berpusat di Ghazni, Afganistan saat ini. Di Istana Gasnawilah, Biruni mendapatkan semua fasilitas untuk mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan yang dikembangkannya ketika itu baik dalam bentuk pergi ke India langsung dengan fasilitas kerajaan ataupun bertanya dan berkawan langsung dengan para ilmuwan India yang dibawa oleh rezim Gaznawiyah ke Gazni. Karyanya berjudul Qanun, buku panduan berisi pengamatan terhadap 600 titik koordinat kota-kota termasuk 90 kota di India dan Tiongkok salah satu buku yang menarik untuk kategori astronomi dan geografi.[2]Tetapi karyanya yang lebih terkenal adalah India yang ditulisnya pada tahun 1030. Buku Indiamemiliki lingkup yang ensiklopedik, membahas berbagai pemikiran dan praktik kegamaan (termasuk upacara, festival dan pemujaan), sastra, filsafat, matematika, dan unit pengukuran, sistem penulisan, astronomi dan geografi.[3]
Al Idrisi (1100-1165) di abad ke-12 yang meski tinggal dan mengabdi kepada raja Roger II di Sisilia, tetapi telah berpengalaman bepergian ke berbagai kota-kota Islam baik sebelum maupun setelah mengerjakan proyek “Book Of Roger” atau “Nuzhat al-Mushtaq al-Ikhtiraq al-Afaq (Kegirangan Seseorang Yang Ingin Melakukan Perjalanan Ke Ujung Bumi) yang merancang dan menjelaskan dengan lebih detil peta dunia dengan tujuh musim. Dia mengunjungi berbagai wilayah di Asia hingga pantai barat Inggris.[4]Arika, kampung halamannya tentu saja telah dijelajahinya terutama kota-kota utama di Afrika Utara. Dia telah mengunjungi Iran, Irak, Damaskus, Kairo serta wilayah-wilayah lain dunia Islam seperti wilayah Asia Tengah yang terhubung langsung dengan China yang digambarkan dalam peta dunianya. Bahkan kota Hangzou (Guangzhu) dan Vijaya Negara telah digambarkannya secara lebih detil.[5]
Karya Al-Idrisi di bidang geografi ini dianggap sebagai karya penting dan berarti di saat dunia kartografi Eropa belum sampai pada imajinasi yang dikembangkan oleh Idrisi dalam theBookofRoger. Mungkin karena kontribusinya yang amat penting ini, Chase Robinson, seorang ahli sejarah Islam dan timur-tengah pra-modern dari Universitas Oxford menempatkan nama Al-Idrisi dalam satu dari 30 tokoh “pembentuk peradaban Islam” bersama tokoh lain seperti Nabi Muhammad, Ali, Aisyah, Al-Ma’mun, Al-Biruni, Al-Gazali, hingga Mehmed sang Penakluk.
Karya perjanan paling luas jangkauannya dan dijadikan rujukan mengenai kota-kota di Asia, Afrika dan Asia yang dikunjunginya adalah Ibnu Batutah (1304-1374 M), Tuhfat an-Nuzzar fi Gharaib al-Amsar Wa Ajaib al Asfar. Karya dan dedikasinya menempatkannya sebagai karya dan penulis yang lebih lengkap dari pendahulunya di Eropa, Marco Polo yang perjalanannya telah menembus pekatnya Asia Tengah di bawah kekuasaan Mongol. Muhammad Abdullah Enan, seorang sejarawan dari Mesir, menempatkan karya Ibnu Batutah sebagai ‘momen penting’ pertemuan barat dan timur[6].
Petualang Euliya Celebi
Belakangan, karya Euliya Celebi (1611-1680) Narrative of Travellers in Europe, Asia, and Africa in the Seventeenth Century Vol I[7]diterbitkan di Eropa atas terjemah dari Ritter von Hommer di abad ke-19. Euliya Celebi adalah anggota keluarga elit dalam kesultanan Utsmaniah. Kakeknya pernah menjadi pemegang panji Utsmaniah dalam perang perebutan Konstantinopel. Ayahnya seorang penasehat tak formil yang sering dikunjungi oleh pangeran dan keluarga inti kesultanan Utsmaniah untuk bercakap-cakap mengenai berbagai hal yang juga ketua syarikat pandai emas konstantinopel. Euliya muda mulai berjalan di kota Istanbul. Lalu menyusul kota-kota berikutnya di Asia Kecil (Anatolia), Revan, Bagdad, Damaskus, Baku hingga Makkah untuk berhaji. Kota kota di Eropa seperti Wina, Belanda, Swedia juga Krimea, Denmark, Swedia serta Rusia. Perjalanannya ini terutama karena dikaruniai pekerjaan sebagai muazzin kerajaan yang bekerja di Hagia Sophia, atau sebagai pencatat dalam kegubernuran di Damaskus, atau juga dipekerjakan sebagai penagih utang dan pengumpul uang bagi kesultanan. Dia menyatakan dalam catatannya, ‘telah mengunjungi negara-negara 18 raja dan mendengar 147 bahasa yang berbeda.’[8]
Catatan-catatan Euliya Celebi ini dikumpulkan setidaknya dalam 41 tahun umurnya sejak usia 20 tahun ketika dia memulai perjalanan dengan mengelilingi wilayah-wilayah di Kota Istanbul. Dia meninggal di usia 70 tahun di tahun 1090 H setelah berpetualang dengan pekerjaan yang bermacam-macam, dari pencatat, akuntan, muazin hingga prajurit dalam perang-perang utsmaniah. Dia telah mengunjungi Eropa sampai ke Belanda, Wina, dan negara di sekitarnya serta ke Timur Eropa hingga ke Rusia. Di Asia dia mengunjungi Anatolia hingga Asia Tengah, juga sepanjang sabit subur, Arab dan tanduk Afrika. Sebuah pengalaman luas yang kemudian hari membuat catatannya atas perjalanan itu menjadikannya catatan penting abad ke-17 atas tiga benua yang dikunjunginya.
Salah satu yang khas dari catatan Celebi, terutama catatannya soal konstantinopel, adalah gambarannya yang detil soal masjid-masjid kesultanan. Bagaimana masjid itu dibangun, kapan, dengan bahan apa, bagaimana bentuk serta keindahan dan keistimewaan masjid tersebut. Di antara masjid-masjid yang diceritakan oleh Euliya Celebi adalah Hagia Sopia, Masjid Sultan Mehmet, Masjid Sultan Beyezid, Masjid Sultan Selim I, Masjid Zirek Bazi juga masjid Valideh, Masjid Abul-vafa juga masjid Amir Najari dan yang lain.[9]
Euliye Celebi melengkapi kisah para petualang muslim yang karyanya telah menjadi karya klasik yang mengisi keping sejarah peradaban kita kini. Yang telah mengisi rak kisah dalam list bacaan kita tentang ‘perjalanan berikutnya’ para petualang. Wallahu a’lam bi sawab.
Daftar Pustaka
[1]Euliya Celebi Konstantinopel Abad Ke-17 Sebuah Catatan Perjalanan(Jakarta: Alvabet; 2022) Hal. xiv
[4]W Montgomery Watt Islam dan Peradaban Dunia Pengaruh Islam Atas Eropa Abad Pertengahan(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 1996) Hal. 31
[5]Chase F Robinson Para Pembentuk Peradaban Islam Seribu Tahun Pertama(Jakarta: Alvabet: 2019) Hal. 197
[6]Muhammad Abdullah Enan Momen-Momen Menentukan Dalam Sejarah Islam Peristiwa-Peristiwa Penting Pertemuan Awal Timur dan Barat(Jakarta: Alvabet; 2020)
[7]Euliya Celebi Konstantinopel Abad Ke-17 Sebuah Catatan Perjalanan(Jakarta: Alvabet; 2022) Hal. Xi. Buku ini terbit dari terjemahan Bahasa Inggris yang terbit di London pada 20 Januari tahun 1834 yang dikerjakan terjemah dan ringkasannya oleh Ritter von Hommer.