Oleh: Muhammad Ridha
Cukup sulit memberi catatan kritik atas buku yang kadung popular dan mendapat begitu banyak pembaca di pasar pembaca yang sejak lama menerima liberalism sebagai sesuatu yang paling rasional, alamiah dan memberi prospek. Lalu buku-buku semacam itu laku keras di pasar yang pas. Karenanya, membaca karya intelektual seperti Ahmet Kuru, Islam Otoritarianisme, dan Ketertinggalan Perbandingan Lintas Zaman dan Kawasan di Dunia Muslim(2020) yang kadung mengagungkan liberalism dan menonjolkan kaum borjuis dalam peran pemajuan Islam (era awal) dan Eropa Barat setelah era kemajuan islam juga semakin sulit. Meski demikian, Ketika kita membaca lebih hati-hati, klaim-klaim kuru sebenarnya diajukan dengan malu-malu. Seperti klaimnya bahwa kolonialisme bukan faktor utama kemunduran dunia Islam, tetapi disebabkan faktor kompleks yang terutama oleh menonjolnya peran ulama dan militer dalam kekuasaan dinasti-dinasti Islam sembari mengesampingkan intelektualitas (pemajuan sains, inovasi atau kebebasan berfikir) dan peminggiran peran borjuasi.Gabungan semua kompleks inilah yang disebut Kuru memundurkan dunia Islam dan sebaliknya, untuk hal yang sama, memajukan dunia Barat. Mari kita periksa.
Mengapa Bukan Kolonialisme?
Dalam ulasannya yang kaya, Panjang lebar tapi malu-malu, Kuru sebenarnya mengakui bahwa kolonialisme berkontribusi atas kemunduran Islam dan kemajuan barat. Terutama karena sebagian besar wilayah dunia Islam seperti di Arab, Afrika Utara, Persia, India dan sebagian wilayah Utsmaniah serta Asia Tenggara berada di bawah koloni imperium-imperium Eropa. Seperti Inggris Atas India, Mesir dan Afganistan serta negara-negara di teluk Persia. Prancis di Maroko, Aljazair dan Tunisia serta Suriah (pasca perang dunia pertama). Italia atas Libya. Belanda Atas Afrika Selatan dan Indonesia. Rusia atas negara-negara di Asia Tengah dan Kaukasus.
Klaim Kuru ada sembilan poin untuk membantah para sarjana yang mengajukan tesis jika kolonialisme berdampak besar pada kemajuan eropa dan kemunduran dunia islam di sisi lain. Tapi saya ingin menampilkan beberapa saja yang relevan dan ingin saya bantah. Pertama, tepat sebelum penjelajahan samudra sekitar tahun 1500, Eropa bukan lagi pemain kecil dalam perekonomian dunia. Kedua, kebutuhan tidak selalu melahirkan inovasi. Paling tidak sejak abad 19 banyak negara Asia dan Afrika didera krisis dan sangat butuh kemajuan tapi tidak ada inovasi atau penemuan-penemuan besar di negara-negara itu. Ketiga, meskipun eksploitasi sumber daya Amerika memperkaya negara-negara Eropa Barat, pertumbuhan ekonomi Eropa Barat sudah dimulai sebelumnya. Begitu juga, penjajahan Eropa Barat di Afrika dan Asia juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Eropa melalui perbudakan dan sarana eksploitasi lainnya, tapi kebangkitan Eropa terlalu kompleks untuk dijelaskan dengan merujuk ke kolonialisme semata.[1]
Artikel ini akan lebih berfokus pada dua wilayah mayoritas muslim atau dipimpin oleh dinasti Islam yakni satu kesultanan Islam di timur jauh, Gowa dan India di bawah dinasti Mughal. Saya akan mengajukan data produk domestik bruto yang merosot setelah kolonialisme yang sebelumnya amat superior dalam pertukaran dan produksi komoditi dunia untuk India. Data ini didasarkan pada buku Angus Madison yang juga digunakan oleh Kuru dalam bukunya tapi tidak ditampakkan aspek menonjol yang bisa mengarahkan kepada keyakinan bahwa kolonialisme lah pusat dari penghancuran dan pembenaman kaum muslim dalam lumpur sejarah. Buku itu berjudul The World Economy(2003). Meski pada beberapa bagian, Kuru sendiri mengakui bahwa “saya mengakui bahwa kolonislisme barat… didasari dominasi paksa dan berdampak negative bagi masyarakat yang dijajah. Selain kolonialisme, perdagangan budak juga merupakan pendorong ekonomi eropa barat”.[2]Bahkan lebih lanjut ia mengakui “Kolonialisme Inggris menjadi penyebab kehancuran di banyak bagian dunia muslim. Berbagai bencana seperti kelaparan di Benggala pada 1770, timbul karenanya. Kolonialisme Inggris menyebabkan “deindustrialisasi” India, mengubah india menjadi pengekspor bahan mentah dan pengimpor tekstil Inggris.[3]Juga menghancurkan apa yang oleh ekonom disebut proto industrialisasi dalam produksi tekstil di India sebelum kolonialisme.[4]Kolonialisme Belanda, sejak abad ke-17 menjadi pemasar budak terbesar dan perekonomiannya ditopang oleh industry gula tebu yang berdiri diatas perbudakan tanam paksa tebu.[5]
Beberapa pengritik utama Kuru, sebagaimana diakui oleh Kuru, menganggap buku ini “meremehkan kekerasan dan kehancuran karena kolonialisme barat”[6]dan hebatnya, Kuru terus kukuh menganggap kolonialisme bukan faktor terpenting dalam kemunduran wilayah-wilayah muslim, tetapi hanya bagian dari “analisisnya yang lebih luas”[7]atas kemajuan Eropa dan kemunduran dunia Islam. Jadi jika ditanya kepada Kuru mengapa bukan kolonialisme penyebab kemunduran Islam dan kemajuan Eropa barat? Jawabannya karena kolonialisme hanya salah satu faktor dari berbagai faktor kompleks.
Semoga artikel ini bisa membantu Kuru membangun suatu perasaan atas korban dan bagaimana para korban itu, selama berabad-abad diperosokkan kedalam kesengsaraan dan rantai perbudakan sebagai alas dari kemajuan ekonomi yang disebut Kuru dipimpin oleh “inovasi karena revolusi Industri di Inggris”.
Deindustrialisasi dan Merosotnya Perekonomian: Kisah India
India adalah wilayah yang cukup jauh dari pusat lahirnya Islam, tetapi telah sampai Islam di sana sejak Nabi masih hidup.[8]Kekuasaan Islam paling menonjol di India dan mewarisi kebudayaan, arsitektur dan mencatat kemajuan ekonomi berarti adalah kesultanan Mughal. Kesultanan yang dibentuk oleh Babur di sekitar Afganistan lalu turun ke Delhi dan beberapa kota-kota utama kesultanan ini. Pernah juga pusat kesultanan di Agra, tempat warisan arsitektur Mughal termegah, Taj Mahal.
Tabel.I
GDP Eropa Barat dan India tahun 1500-1900
(dalam juta dollar kurs 1990)
Tahun | 1500 | 1600 | 1700 | 1820 | 1870 | 1913 | 1950 |
Eropa Barat | 44.345 | 65.955 | 83.395 | 163.722 | 370.223 | 906.374 | 1.401.551 |
India | 60.500 | 74.250 | 90.750 | 111.417 | 138.882 | 204.201 | 222.222 |
Sumber: Angus Madison The World Economy(OECD: 2006) (Diolah)
Produksi India terus meningkat selama lima ratus tahun terakhir, tetapi peningkatannya seperti menunjukkan stagnasi. Pertumbuhan yang lambat. Sementara peningkatan produksi Eropa barat sudah menjadi dua kali lipat GDP india sejak pertengahan abad 19. Menjadi 4 kali lipat pada awal abad ke-20 dan menjadi 5 kali lipat pada 1950. Atau jika dibandingkan dengan Britania saja, pada tahun 1500 baru bisa mencapai GDP 2.815 juta dollar di saat india sudah 60.500 juta dollar. Tapi dua abad setelahnya, setelah kolonialisme, Britania sudah selalu lebih unggul daripada India.
Pada tahun 1500, India[9]masih merupakan penyumbang terbesar perekonomian dunia di bawah Tiongkok.[10]Tetapi hanya butuh waktu dua ratus tahun untuk memerosokkannya menjadi hanya 16 persen. Di abad ke 16, saat India menyumbang porsentase dalam ekonomi dunia sebagai pelaku dominan, dua abad berikutnya saat kolonialisme sudah bercokol di India, merosot menjadi hanya 16 persen dari total perekonomian dunia. Sementara penjajahnya, negara Kolonial Inggris pada tahun 1500 kontribusinya atas perekonomian dunia masih 1,1% dan mejadi lima kali lipat di tahun 1820 yakni, 5,2%.
Tabel. II
Kontribusi Atas Ekonomi Dunia (dalam %)
Tahun | 1500 | 1600 | 1700 | 1820 | 1870 | 1913 | 1950 |
Eropa Barat | 17,9 | 19,9 | 22,5 | 23,6 | 33,6 | 33,5 | 26,3 |
India | 24,5 | 22,6 | 24,4 | 16,0 | 12,2 | 7,6 | 3,6 |
Sumber: Angus Madison The World Economy(OECD: 2006) (Diolah)
Untuk lebih jelas, silahkan membaca tabel di atas yang menunjukkan pertumbuhan sekitar 5 abad perekonomian India yang dominan, dan terus merosot di bawah kolonialisme dan digantikan oleh perekonomian Eropa Barat yang semakin dominan. Tentu saja arus kas jelas mengarah ke negara metropol. Seperti juga di India, pemerintah kolonial membebaskan Ekspor tektil dari pabrik garmen di Inggris ke India sementara produk garmen dari India ke Inggris diberikan pajak yang tinggi.[11]Ini menyebabkan, seperti yang juga diakui Kuru, hancurnya industrialisasi (deindustrialisasi) India. Ini dilakukan dengan mudah saja oleh Britania, salah satu pusat imperium di Eropa barat. Seperti dicatat Tamim: “Britania menaikkan tarif ekspor barang dari India dan menghapuskan tarif impor barang dari Britania, yang membuat produk manufaktur lokal lebih mahal daripada barang yang sama tapi buatan Britania. Akibatnya pemanufaktur India gulung tikar dan penjualan produk manufaktur dikuasai Britania.”[12]
Sejak awal, pedagang Eropa tertarik dengan produk buatan India. Kain India berharga lumayan di Eropa. Kemudian manufaktur garmen dimulai di Barat, dan negara-negara kuat seperti Prancis melarang penjualan pakaian dan kain buatan Timur. Boleh saja membeli kapas mentah di sana, karena murah, tapi manufaktur -pembuatan benang, penenunan kain, penjahitan pakaian- segalanya harus dilakukan di Prancis. Britania dan negara Eropa lainnya mengikuti kebijakan ini.[13]
Sembari terus memperkuat armada swasta mereka di negeri-negeri jajahan agar mendapatkan harga “yang pantas” dari pertukaran komoditas jadi hasil industry mereka yang dijual mahal dan membawa pulang bahan mentah yang dibeli murah atau diambil percuma dari proses perbudakan. Kasus pembelian kapas di India menunjukkan kasus pertama. Dan penanaman paksa tebu untuk bahan baku industry gula Belanda di Indonesia menjadi kasus kedua. Yang satu bahan mentah dibeli murah dan lainnya bahan mentah dirampas paksa dalam mekanisme perbudakan dan kerja paksa. Atau di tempat-tempat lain di dunia Islam bisa terjadi keduanya. Seperti liberalisasi tanah di Aljazair pasca kolonisasi Prancis yang menghancurkan ekonomi tanah komunal di masyarakat asli aljazair dan dengan mudah meliberalisasi tanah, memberi konsesi luas untuk lahan-lahan perkebunan usahawan Prancis. Sering kali, hak Kelola atas tanah yang diberikan pemerintah segera dijual kembali kepada masyarakat asli dengan harga yang lebih mahal segera setelah hak atas tanah itu didapatkan.[14]Apa yang terjadi di Aljazair ini diingat Marx dalam perjalanan pengobatannya ditahun-tahun terakhir hidupnya di sana.
Gambaran ketidakadilan pengelolaan tanah di Aljazair dikutip leh Musto: “Pada 22 Februari 1882, sebuah artikel di harian Aljazair L’Akbar(berita) mendokumentasikan ketidak adilan sistem yang baru dirancang itu. Secara teoritis, setiap warga Prancis kala itu bisa mendapat konsesi lebih dari 100 hektare tanah orang Aljazair bahkan tanpa perlu meninggalkan negerinya, dan ia bisa menjualnya kembalikepada pribumi seharga 40.000 franc. Rata-rata para pendatang-pemukim (colons) menjual setiap bidang tanah yang sudah mereka beli seharga 20-30 franc dengan harga 300 franc”[15].
Bukan Inovasi, Tapi Perampasan
Dalam hal bagaimana operasi kolonialis/kapital kolonial, Kuru mungkin butuh membaca bagaimana Marx mengamati secara ringkas Aljazair. Dalam catatannya Marx menulis: “Landasan kepemilikan pribadi dan pendudukan kaum kolonis Eropa di antara klan-klan Arab[…] akan menjadi sarana paling kuat untuk mempercepat proses peluruhan ikatan-ikatan klan [….] perampasan atas orang Arab dimaksudkan oleh undang-undang [berfungsi]: 1) untuk memberi orang prancis tanah sebanyak mungkin, 2) dengan mencabut orang Arab dari ikatan alamiah mereka dengan tanah, [berarti] mematahkan kekuatan terakhir ikatan-ikatan klan yang tengah luruh, dan dengan begitu, bahaya pemberontakan apapun.”[16]
Argument Marx atas kondisi Aljazir ini mencerminkan seluruh cara pandang Marx atas sistem produksi pra kapital yang diserap oleh kapitalisme dengan perampasan. Dalam tradisi Marxian ini disebut enclosure movement. Suatu mekanisme liberalisasi sumber-sumber penghidupan yang memaksa sebagian besar orang tersingkir dari sarana penghidupannya dan menjadi buruh upahan pada industry yang sedang tumbuh. Gejala ini diceritakan Marx paling tidak di bagian-bagian akhir bukunya Kapital Jilid I. Enclosuremenjadi tahap pra kapital menuju operasi kapital. Jadi kolonialisme dengan seluruh perampasan, perbudakan dan sistem pendukungnya merupakan tahapan menuju kapitalisme. Di satu sisi menumbuhkan kesejahteraan, kemajuan dan arus modal kepada para kolonialis sementara di pihak lain, dalam hal artikel ini adalah negara-negara muslim, dihisap, sumber dayanya diserap habis, dihancurkan melalui sistem pertukaran tidak adil seperti di atas. Data soal Mughal empire di atas yang hancur, menunjukkan bagaimana arus kas menuju ke negara metropol. Tabel 1 di atas menunjukkan empat ratus tahun terakhir, pergeseran pusat ekonomi dari India dan Cina ke Eropa Barat negeri pusat kolonialisme.
Ada kemungkinan, kegagalan membaca pertumbuhan ekonomi dan kemajuan Eropa sebagai bagian tak terpisahkan dari kolonialisme yang bekerja untuk mereka dan Islam sebagai objek penjajahan mereka menjadi memburuk, miskin dan pada kasus tertentu hancur tak bersisa seperti Riwayat kolonialisme Eropa di Amerika dan Australia yang membuat para kolonis menjadi seperti tuan rumah atas benua yang direbutnya itu sembari membunuhi penduduk asli hingga sekitar 90persen penduduk lokalnya mati.
Bagaimana kasusnya di Kesultanan Makassar akan dilanjutkan pada artikel lanjutan. Contoh kesultanan Makassar yang merosot hingga hancur pasca kolonialisme dan perang besar di abad ke17. Membuatnya tak pernah lagi bisa bangkit. Sampai negara modern terbentuk belakangan.
Daftar Pustaka
[1]Ahmet T Kuru Islam, Otoritarianisme, dan Ketertinggalan Perbandingan Lintas Zaman dan Kawasan Di Dunia Muslim(Jakarta: KPG; 2020) Hal. 340-342
[4]Donal Quataert Proto Industrialization dan Industrialization and ‘Modernity’ in a Global Perspective dalam The Ashgate Companion to The History Of Textile Workers, 1650-2000(USA: Routledge; 2016) Hal. 561
[5]Thomas Gibson Narasi Islam dan Otoritas Di Asia Tenggara(Makassar: Ininnawa; 2012) Hal. 101
[8]M Nasihuddin Kepemimpinan Shah Jahan Di Kesultanan Mughal (1628-1658)Hal. 155 (JUSPI Vol. 1 No. 1 Tahun 2017) Isbn: 2580-8311
[9]India yang dimaksud di sini kira-kira setara dengan negara India Modern, Pakistan, Banglades dan Srilanka juga Afganistan
[10]Angus Madison The World Economy(OECD: 2006) hal. 260
[11]Tamim Ansary The Invention Of Yesterday Sejarah 50.000 Tahun Budaya, Konflik dan Hubungan Manusia(Jombang: Baca; 2019) Hal. 356
[13]Tamim Ansary Dari Puncak Bagdad Sejarah Dunia Versi Islam(Jakarta: Serambi, 2016) Hal. 300
[14]Marselo Musto Marx Biografi Intelektual dan Politik(Jakarta: Marjinkiri; 2022) Hal. 442