Yang dikirim Islam ke Barat: Kertas dan Ilmu Pengetahuan

Oleh Muhammad Ridha

“Orang Islam Arab telah mengumpulkan dan mendekatkan semua penemuan dan ilmu pengetahuan dari dunia kuno di Timur (seperti Yunani, Persia, India dan China). Mereka telah membawa semuanya dan menyampaikannya kepada kita (Eropa Barat) dan banyak sekali kata dari bahasa Arab yang masuk ke kita. Ini merupakan bukti nyata bahwa kita mengambil dari mereka (Arab). Melalui orang-orang Islam, dunia barat yang sebelumnya terbelakang masuk ke dalam lingkungan masyarakat madani. Jika demikian, maka pemikiran dan karya-karya kita sangat erat kaitannya dengan masa lalu. Sesungguhnya kumpulan penemuan-penemuan yang membuat hidup terasa mudah telah dating kepada kita dari Arab. Orang-orang Eropa telah mengambil dari orang-orang Islam Arab cara membuat kain tenun halus dari bulu domba. Penduduk Pisa dari wilayah Italia berduyun-duyun mendatangi kota Bujayah di bagian wilayah Aljazair untuk belajar cara membuat lilin. Berpijak dari kota inilah, sebagian mereka membawanya pulang ke Eropa.”

[Snibush]

Apa yang dibahas oleh artikel kecil yang mengulas mengenai sumbangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan Islam terhadap renaisans di Eropa ini sama sekali bukan hal baru. Banyak yang telah menyebutkannya. Banyak yang telah menuliskan. Dalam buku atau artikel-artikel ilmiah. Dalam ulasan bernas hingga pamflet-pamflet saru yang nostalgik dari generasi kecewa yang tak menjadi bagian dari dunia baru yang, tahu-tahu, sudah di bawah pengaruh amat bermacam-macam dari kekuasaan dunia barat. Philip K Hitti (2018) dalam History Of The Arabs saya kira yang sulit diabaikan. Karyanya ini telah lebih dari 7 dekade mengisi kekosongan buku sejarah Arab yang relatif komprehensif, detil dan lebih objektif. Ada juga karya Seyyed Hossein Nasr yang menulis buku Sains dan Peradaban di Dalam Islam (1997)[1], ditulis  lima dekade yang lalu. Atau Ziauddin Sardar (2005) Kembali ke Masa Depan yang ditulis hampir dua dekade yang lewat.

Ada dua buku yang memberi ulasan lebih informatif dan spesifik terkait peran dunia Islam dan sumbangannya atas perkembangan renaisans di Eropa Barat seperti John Freely (2011) Cahaya Dari Timur Peran Ilmuwan dan Sains Islam dalam Membentuk Dunia Barat dan buku Raghib As-Sirjani (2009) Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia. Lebih mendalam lagi, dan lebih fokus pada studi sejarah Islam di Andalusia adalah karya Maria Rosa Menocal (2001) Surga Di Andalusia Ketika Muslim, Yahudi dan Nasrani hidup di Dalam Harmoni. Meski tidak spesifik mengulas subjek pengaruh Islam tapi jelas, data-datanya yang dalam telah memberi informasi yang sangat penting atas subjek ini. Seperti uraiannya yang Informatif mengenai asal usul karya sastra klasik paling berpengaruh di Spanyol karya Miquel de Cervantes, Don Quixote de La Mancha telah memberikan kami suatu dimensi pemahaman baru mengenai dalamnya pengaruh Islam dalam kebudayaan Spanyol.

Secara garis besar mereka semua menunjukkan pengarus Islam ke Eropa barat, yang terpenting adalah ilmu pengetahuan dan introduksi kertas melalui produksi awal kertas di Jativa yang kemudian meluas ke seluruh Eropa. Dan artikel ini memberi titik tekan atas kedua hal tersebut. Kedua hal yang ‘dikirim’ umat Islam ke dalam kebudayaan Eropa Barat berhubungan dengan hadirnya Islam di sisi barat Mediterania baik di Spanyol (Andalusia) selama tak kurang dari 700 tahun dan di Sicilia serta Italia bagian selatan selama paling tidak 300 tahun. Keberadaan kaum muslim di sana telah memungkinkan suatu penciptaan budaya-budaya, introduksi ilmu pengetahuan hingga kepada tukar-menukar benda-benda komoditas melalui perdagangan.

Di Andalusia, Bahasa Arab menjadi Bahasa sehari-hari yang digunakan oleh umat Islam maupun orang Eropa Kristen di wilayah-wilayah yang dikuasai Islam seperti Toledo, Sevilla, Valencia, Saragosa hingga ibukota Cordoba. Penggunaan Bahasa Arab untuk memberi nama benda-benda tertentu yang baru diintroduksi dari budaya arab yang dibawa oleh para pendatang telah memberi khasanah kekayaan Bahasa Spanyol. Ada banyak kata yang diserap dari Bahasa Arab ke Bahasa Spanyol yang digunakan hingga saat ini[2]. Diserapnya dengan baik Bahasa arab menyebabkan makin banyaknya penutur dan mereka yang memahami struktur dan penggunaan Bahasa Arab. Hal inilah yang memungkinkan, di abad ke-12, Ketika Toledo direbut Kembali oleh Spanyol Kristen, terdapat banyak di antara warga Andalusia dan secara khusus Toledo, yang bisa berbahasa Arab.

Ahmed T Kuru, intelektual liberal, yang baru saja melihat mengenai kemunduran-kemunduran dunia Islam dan alasan-alasan kemajuan Eropa dalam bukunya Islam, Otoritarianisme dan Ketertinggalan (2020) beberapa kali menyinggung persoalan ini. Sebuah capter di dalamnya diberi judul “Pengaruh Muslim Terhadap Eropa Barat”. Di bukunya ini, dia menunjukkan bagaimana perkembangan bagi pendasaran keilmuan Eropa di Era renaisans sebenarnya diawali dari penerjemahan naskah-naskah berbahasa Arab ke Bahasa Latin dan Ibrani. Pertama-tama dilakukan di Toledo, Spanyol, sebuah pusat penerjemahan yang diperkirakan digagas oleh Raymond, Uskup Agung Archbisop dari Toledo. Yang dilakukan di Toledo ini mengasilkan ribuan manuskrip terjemahan dari Bahasa Arab ke Bahasa Ibrani dan Latin. Penerjemahan model Toledo ini, dalam skala yang tak sebesar di Toledo kemudian menyebar ke Prancis selatan abad ke 12 dan 13 dan Italia dan Sisilia[3] di bawah kekuasaan Roger II dan setelahnya. Lalu kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat. Sebagaimana diungkapkan Kuru: “Pengaruh keilmuwan muslim terhadap Eropa mengalir melalui penerjemahan buku-buku berbahasa Arab ke dalam Bahasa Latin dan Ibrani. Semenanjung Iberia, termasuk Toledo, yang ditaklukkan Kembali oleh Katholik pada tahun 1085, merupakan pusat penerjemahan itu. Penerjemahan karya-karya berbahasa Arab berlanjut ke seluruh penjuru Eropa.”[4]Ungkapan serupa juga dikemukakan oleh John Freely bahwa penerjemahan karya-karya berbahasa arab ke Bahasa Latin dipusatkan di Toledo atas inisiatif seorang Uskup Agung. Sebagaimana disebutkan Freely: “Toledo menjadi Pusat penerjemahan dari Bahasa Arab setelah direbut Kembali dari kaum muslim di tahun 1085 oleh Alfonso VI, raja dari Castile dan Leon. Gagasan untuk melakukan kampanye penerjemahan di sana tampaknya berasal dari Raymond, Uskup Agung Toledo, 1125-1151.”

Baca juga:  Dari Gaza ke Beirut: Dunia Islam Yang Kalah

Ada kemungkinan menguatnya bukti-bukti sejarah mengenai peran Islam terhadap tradisi sains Eropa hingga melahirkan renaisans dan revolusi sains yang lebih luas yang menyebabkan banyak sejarawan barat tidak lagi bisa mengabaikan fakta tersebut. Hal semacam inilah yang membuat sejarawan seperti Alison Brown harus menyitirnya dalam satu capter khusus dengan judul “Renaisans yang Lebih Awal, 800-1300.”[5] Di dalamnya dia menyitir sebuah paragraph Panjang yang menunjukkan dengan menarik peran keilmuwan Islam dalam renaisans yang meluas di Eropa Barat. Begini uraiannya: “Unsur baru dalam kebangkitan Kembali intelektual abad keduabelas yang membuatnya berbeda dari abad terdahulu dan abad kemudian adalah Kembali bangkitnya minat pada ilmu dan filsafat Yunani. Hal ini dirangsang oleh kontak dengan Timur melalui para prajurit perang salib dan dengan Spanyol Arab. Topik ini sebagian besar telah raib dari barat, tetapi bertahan di Timur di dalam terjemahan-terjemahan dan komentar-komentar berbahasa Arab, seperti di dalam Almagest, suatu versi Arab dari system astronomis Ptolomeus (seorang ilmuwan Yunani yang hidup di abad-2 M) atau di dalam komentar-komentar Ibnu Sina (980-1037) dan Ibnu Rusyd (1126-1198) terhadap Aristoteles. Para sarjana dari barat seperti Gerard dari Cremone (1114-1187) dan Michael Scot pergi ke Toledo untuk belajar Bahasa Arab untuk mempelajari dan menerjemahkan tulisan-tulisan ini, dan juga Elements-nya Euclid dan telaah-telaah ilmiah Arcimedes. Berkat mereka, suatu bangunan pengetahuan ilmiah baru yang sangat luas, yang telah hilang bagi orang Barat selama berabad-abad, mendadak tersedia bagi para sarjana yang ada di seluruh Eropa”.

Apa yang dikemukakan oleh Alison Brown itu sesungguhnya bukan hal umum di kalangan sarjana Barat. Setidaknya, sejak abad ke-17 barat tidak lagi mengakui utang budinya kepada dunia Islam. Padahal, di abad pertengahan pengetahuan umum bahwa sumber pengetahuan yang demikian kaya dan tersedia dengan cepat di abad ke 12 dan 13 itu adalah sumbangan dari sejumlah ilmuwan muslim. Sebagaimana diakui Freely “Orang-orang terpelajar di akhir zaman pertengahan menyadari betul bahwa mereka selama ini mempelajari ilmu pengetahuan dan ilmu filsafat dari Islam, tetapi menjelang abad ke-17 Eropa melupakan hutang budinya pada Islam”.[6]

Proses penerjemahan karya-karya muslim ke dalam Bahasa Latin ini dilakukan oleh banyak sarjana Kristen dan rohaniawan. “Domeneicus Gundissalinus, Uskup Agung Segovia, membuat sejumlah terjemahan dan adaptasi dari filsafat Arab, termasuk karya-karya Al-Kindi, Ibnu Rusyd, AL-Farabi, Al-Gazali dan Ibnu Sina, juga sebuah karya dari seorang dokter Yahudi bernama Ishak Israeli”. Penerjemahan-penerjemahan ini berlangsung paling tidak di akhir abad ke-12 hingga abad ke 13.

Adelard of Bath adalah salah satu tokoh ternama dalam proses akuisisi sains Arab di Eropa. Adelard menerjemahkan buku Euclid, Element ke Bahasa Latin. Dibuat tiga versi dari Elements. Yang pertama terjemahan buku dari Al-Hajjaj berbahasa Arab. Versi kedua yakni edisi yang diperingkas yang disebut Adelard dengan Commentum dan yang ketiga adalah edisi khusus. Buku ketiga ini dibaca oleh Rogert Bacon. Kemungkinan dia belajar Bahasa Arab di Andalusia sebab terjemahannya atas Astronomichal Tables tulisan khawarismi diambil dari versi revisi dari astronom Andalusia yaitu Maslama al-Majriti[7]. (272)

Novel Ibnu Tufayl diterjemahkan oleh ‘Edward Pococke the Younger’ ke dalam Bahasa Latin, Hay Ibnu Yaqzan, menjadi Philosopus Autodidactus. Orang menganggap novel tersebut mempengaruhi Thomas Hobbes, John Locke, Isaac Newton, Gottfried Leibniz dan Voltaire. Salah satu filsuf yang berpengaruh kepada Eropa paling besar adalah Ibnu Bajja (Avempace) yang mulai mengulas lebih serius mengenai Aristoteles. Sebanyak 37 karyanya masih ada sampai sekarang, dimana banyak di antaranya merupakan ulasan-ulasan atas buku-buku Aristoteles, Euclid, Galen, Al-Farabi,, berikut karya tulisnya sendiri. Pemikirannya dipengaruhi oleh Ibnu Tufayl (Abubacer), Ibnu Rusyd (Averoes) dan Maimonides. Ada karyanya yang mempengaruhi St. Tomas Aquinas, yang memasukkan sejumlah pemikiran Ibnu Bajja ke dalam ajaran teologinya.[8]

Buku Kitab fil Haya’ (book of Astronomy) diterjemahkan ke dalam Bahasa Hebrew dan Latin, menandai menyebarnya pemikiran Bitruji ke Eropa dari abad ketigabelas sampai abad ketujuh belas. Copernicus menyebut Bitruji dalam kaitannya dengan susunan planet Merkurius dan Venus yang dikemukakannya dalam teori heliosentrismenya di tahun 1543.

Ibnu Rusyd adalah filsuf yang paling berpengaruh di Eropa abad pertengahan. Terjemahan ulasan Ibnu Rusyd atas Aristoteles dari Bahasa Arab sangat mempengaruhi berbagai pemikir Eropa, seperti Tomas Aquinas. Saking tenarnya ibnu Rusyd muncul dalam karya Dante Divine Commedia di abad ke-14 dan “Scuola di Atene” karya lukis Raffaelo pada abad ke-16. Universitas-universitas baru di Eropa berperan besar dalam penyebaran pemikiran Ibnu Rusyd. Pengajaran Tomas Aquinas (mengajar di Uniersitas Paris) mentransformasi ilmu ke Eropa.[9]

Baca juga:  Dua Dekade Kehancuran, Dua Dekade Lenyapnya Kisah Seribu Satu Malam

Gerard Of Cremone adalah penerjemah yang paling produktif dari semua penerjemah Bahasa latin. Seorang akademisi Inggris, Daniel of Morley, yang terpesona oleh kecerdasan Gerard of Cremone yang sebelumnya kecewa saat belajar di Paris dan berangkat ke Toledo mengikuti kuliah umum yang dibawakan oleh Gerard yang disebutnya ‘filsuf yang lebih bijak di dunia ini’. Terjemahan Gerard termasuk versi Bahasa arab dari tulisan-tulisan Aristoteles, Euclid, Arcimedes, Ptolomeus dan Galen, juga karya tulis Al-Kindi, Al-Khawarismi, Al-Razi, Ibnu SIna, Ibnu al-Haytam, Tabit Ibnu Qurra, Al-Fargani, Al-Farabi, Qusta Ibnu Luqa’, Jabir Ibnu Hayyan, Al-Zarqali, Jabir Ibnu Alah, Masha’allah,putera-putera Banu Musa dan Abu Ma’sar. Terjemahan tersebut termasuk duapuluh empat karya tulis bidang kedokteran, tujuh belas bidang geometri, matematika, optic, berat dan dinamika, lalu empat belas karya bidang filsafat dan logika, juga dua belas karya bidang astronomi dan astrologi, dan tujuh dibidang alkemi, peramalan dan geomancy atau memprediksi masa depan dari ciri-ciri geografis. John Freely menyebutkan “lebih banyak sains Arab yang diwariskan ke Barat lewat Gerard dibanding dari sumber manapun lainnya. Terjemahannya meciptakan dampak besar pada perkembangan sains Eropa.”

Penerjemahan yang lebih awal dari ‘gerakan penerjemahan’ di Toledo adalah apa yang dilakukan oleh Fransiscus si Orang Afrika. Dia melakukan penerjemahan di Salerno. Tapi apa yang dilakukannya bukan dalam sebuah Gerakan yang besar dan terorganisasi seperti di Toledo.  Digambarkan oleh Freely bagaimana Fransiscus sebagai penerjemah pertama-tama ke Bahasa latin: “Yang pertama dari penerjemah-penerjemah penting sains Yunani-Islam dari Bahasa Arab ke Bahasa latin adalah Constantine Si Orang Afrika. Dia adalah seorang pedagang muslim dari Cartaghe di Afrika Utara yang mengunjungi istana Lombard di Salerno di Selatan Italia, dimana disana dia belajar bahwa disana tidak ada dokumen medis satu pun dalam Bahasa latin. Dia Kembali ke Afrika Utara, lalu mempelajari kedokteran selama tiga tahun, dimana sesudahnya dia Kembali ke Salerno membawa koleksi tulisan-tulisan medis dalam Bahasa Arab, diperkirakan di awal tahun 1065. Beberapa tahun kemudian dia beralih memeluk agama Kristen dan menjadi rahib di Biara Benedictine di Monte Casino. Di sana, dihabiskan sisa hidupnya untuk membuat terjemahan-terjemahan Bahasa latin atau membuat kompilasi teks-teks medis dari Bahasa Arab”[10]. Bahkan perannya untuk transformasi Eropa lebih besar dari aktifitas penerjemahan yakni mendirikan sekolah kedokteran di Salerno. Dan buku terjemahannya On Medicine dan Articella menjadi dasar kurikulum dasar Pendidikan kedokteran yang digunakan di seluruh Eropa.[11]

Buku yang lain, yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang dikirim Islam ke Eropa adalah buku al kitabi al-Rujari (The Book Of Roger) yang juga dikenal dengan nama Kitab Nuzhat al-Mustaq fi Ikhtiraq al-Afat (Istirah Seorang yang Rindu Untuk Mengembara) yang ditulis oleh Al-Idrisi untuk raja Roger II di Sicilia di mana dia bekerja sebagai penasehat ahli. Karya Al-Idrisi diterjemahkan ke Bahasa latin dan menjadi buku teks yang popular di Eropa selama beberapa abad lamanya dan sudah dibuat sejumlah versi pendeknya, yang pertamanya dilakukan di Roma di tahun 1592. Terjemahan Bahasa Latinnya diterbitkan di Paris tahun 1619 dan dua jilid terjemahan Bahasa Prancisnya dibuat antara tahun 1830 sampai 1840 dengan judul geographie d’Edrisi[12].

Demikianlah bagaimana dunia barat meminjam banyak khasanah intelektual Islam untuk dunia keilmuwan di Barat. Sejak dari terjemahan dan buku-buku yang dibawa oleh Constantin dari Magribi ke Salerno, buku-buku terjemahan dan tulisan Ibnu Bajja dan Ibnu Rusyd yang bergitu mempengaruhi dan dibaca baik oleh Dante, Tomas Aquinas, ataupun Raffaelo, seniman lukis berpengaruh abad pencerahan atau juga Copernicus yang mendasari revolusi sains di Eropa menyebut-nyebut Bitruji dalam karyanya.

Bagaimana proses penerjemahan dan pemindahan media dilakukan dan apa yang menopangnya? Bagaimana buku-buku bisa ditulis dengan massal tanpa kertas? Pada titik inilah kita bisa melihat bahwa dasar dari transformasi sains tersebut salah satunya ditopang oleh penggunaan kertas secara luas di dunia Islam hingga melahirkan industry kertas pertama di Eropa, di Jativa, Spanyol. Bagaimana Riwayat kertas ini hingga memasuki Eropa? Dikatakan bahwa kertas jenis baru ini berasal dari Cina. Keahliannya dari orang Cina yang kemudian ditransfer kepada kaum muslim di Samarkand. Data historis yang dikemukakan Sardar berikut memberi gambaran jelas asal-usul kertas di dunia Islam hingga menjadi industry yang meluas dan menopang peradaban Islam yang dipenuhi buku-buku. Sardar menyebutkan “Kertas pertamakali diperkenalkan ke dunia Islam pada pertengahan abad ke 8 di Samarkand. Pada tahun 751, setelah peperangan Talas, orang-orang muslim menawan beberapa orang Cina yang ulung membuat kertas. Dengan menggunakan kulit pohon murbey yang difermentasi. Tapi karena pohon murbey sulit di temukan di negeri islam maka orang-orang muslim berinovasi menjadikan ini industry: dengan mengganti kulit pohon murbey dengan pohon linen, kapas dan serat, dan memperkenalkan bamboo yang digunakan untuk mengeringkan lembaran kertas basah dan memindahkan kertas Ketika masih lembab; melakukan sejumlah fermentasi, untuk mempercepat pemotongan linen dan serat dengan menambahkan pemutih atau bahan kimiawi lainnya; dan menggunakan palu penempa, yang melibatkan para pekerja ahli yang menginjak ujung dari sebatang balok miring yang mendorong sebuah palu besar untuk menggiling bahan-bahan yang hendak dihaluskan[13]. Industry kertas menyebar dengan cepat dari Samarkand. Percetakan kertas pertama di Bagdad didirikan pada tahun 793 selama pemerintahan khalifah Abbasiyah terkemuka Harun AL-Rasyid. Tak lama kemudian, pabrik-pabrik kertas segera didirikan di Damaskus, Tiberia, Tripoli, Kairo, Fez dan Sicilia Islam, Jativa dan Valencia di Spanyol.[14]

Baca juga:  Bagaimana Kolonialisme Membenamkan Dunia Islam? Kisah Kesultanan Mughal dan Kesultanan Gowa

Hal senada juga dikemukakan oleh Kuru. Dia menyampaikan “Dalam hal teknologi, produksi kertas diimpor dari negeri-negeri muslim ke Eropa Kristen melalui Andalusia. Beberapa pabrik kertas muslim jatuh ke tangan negara-negara Katolik selama reconquista. Pabrik kertas pertama di luar semenanjung Iberia didirikan di dekat Roma pada abad ke-13- sekitar lima abad setelah pabrik kertas pertama dibuka di Bagdad. Kemudian pabrik-pabrik kertas dibangun di bagian-bagian Eropa barat lainnya: di Prancis dan Jerman pada abad ke-14, dan di Inggris pada abad ke-15.[15] Juga dikemukakan Sardar “Pabrik kertas pertama di Eropa dibangun pada tahun 1276 di Fabrino, Italia, dan Pabrik berikutnya dibangun di Nurenberg, jerman pada tahun 1390[16]. Dan ditambahkan John Freely bahwa “Di abad berikutnya pembuatan kertas meluas hingga ke Eropa, lalu perlahan pabrik kertas pertama didirikan di Fabriano, Italia pada tahun 1276. Dibutuhkan lebih seabad lamanya sebelum pabrik kertas dibangun di Nuremberg, Jerman, tahun 1390.”[17]

Beberapa manuskrip berbahasa Arab menjelaskan tentang teknik-teknik pembuatan kertas, penjilidan buku dan pembuatan bahan-bahan untuk menulis. Salah satu karya tulis tersebut adalah The Hand Book of Scribes and the Tools of The Wise yang ditulis sekitar tahun 1025 oleh Al-Mu’iz ibnu Badis, yang menjelaskan mengenai Teknik-teknik untuk membuat kertas, buku, tinta dan lem. Juga proses pembuatan zat warna, cat, pernis dan lacquer yang dioleskan dengan pena atau kuas ke kertas, kulit dan permukaan lainnya, termasuk kulit hewan[18].

Perlahan-lahan, dunia Barat bertumbuh. Perpustakaan-perpustakaan menjadi lebih berisi. “Perpustakaan katedral Durham hanya memiliki kira-kira 600 buku pada tahun 1200. Perpustakaan Canterbury, salah satu katedral terbesar, punya kira-kira 5.000 buku pada tahun 1300. Pada tahun 1338 perpustakaan Sorbonne di Paris, yang memiliki koleksi universitas terbesar di Eropa Barat hanya punya 2.066 buku.”[19]

Lalu mesin cetak ditemukan oleh Gutenberg dan mulai mencetak pertama kali di tahun 1455. Upaya inilah yang mengawali “revolusi cetak”, meminjam istilah Benedict Anderson, di Eropa. Dengan cepat mesin ini beredar. Pada tahun 1480, mesin cetak beroperasi di 110 kota di Eropa Barat, sebagian besar di Italia dan Jerman. Pada tahun 1500, mesin cetak Eropa Barat menghasilkan kurang lebih 15-20 juta eksemplar buku.”[20]Eropa benar-benar menggandrungi ilmu pengetahuan dan buku-buku. Lalu terbitlah dunia baru yang disebut reaisans Eropa.

Lalu dunia benar-benar telah berpindah pusat. Dari dunia Islam ke Eropa Barat. Setelah dikirim ilmu pengetahuan dan kertas serta industri penopangnya oleh dunia Islam. Apa yang dikirim barat ke dunia Islam? Seluruh sampah kebudayaannya: senjata, lendir, serdadu, dan tentu saja perangkat lengkap kolonisasi.  Wallahu a’lam bi sawab.

Catatan
[1] Seyyed Hossein Nasr Sains dan Peradaban di Dalam Islam (Bandung: Penerbit Pustaka,1997) Hal. 262

[2] Philip K Hitti History Of The Arabs (Jakarta Selatan: Zaman, 2018) Hal. 715

[3] Philip K Hitti History Of The Arabs (Jakarta Selatan: Zaman, 2018) Hal. 777

[4] Ahmed T Kuru Islam, Otoritarianisme dan ketertinggalan Perbandingan Lintas zaman dan Kawasan di Dunia Muslim (Jakarta: Gramedia,2020) Hal. 280

[5] Alison Brown Sejarah Renaisans Eropa (Yogyakarta:Kreasi Wacana, 2009) Hal. 24-25

[6] John Freely Cahaya Dari Timur Peran Ilmuwan dan Sains Islam dalam Membentuk Dunia Barat (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011) Hal.3

[7] Ibid. Hal. 272

[8] Ibid. hal. 270

[9] Ahmed T Kuru Ibid Hal. 281

[10] John Freely Cahaya Dari Timur Peran Ilmuwan dan Sains Islam dalam Membentuk Dunia Barat (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011) Hal. 268

[11] Ibid hal. 269

[12] Philip K Hitti History Of The Arabs (Jakarta Selatan: Zaman, 2018) Hal. 716

[13] Ziauddin Sardar Kembali Ke Masa Depan Syariat Sebagai Metologi Pemecahan Masalah (Jakarta: Serambi, 2005) Hal. 156

[14] Ibid. hal. 158

[15] Ahmed T Kuru Islam, Otoritarianisme dan ketertinggalan Perbandingan Lintas zaman dan Kawasan di Dunia Muslim (Jakarta: Gramedia,2020) Hal. 280

[16] Ziauddin Sardar Ibid hal. 158

[17] John Freely Cahaya Dari Timur Peran Ilmuwan dan Sains Islam dalam Membentuk Dunia Barat (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011) Hal. 245

[18] Ibid. hal. 245

[19] Ahmed T Kuru Islam, Otoritarianisme dan ketertinggalan Perbandingan Lintas zaman dan Kawasan di Dunia Muslim (Jakarta: Gramedia,2020) Hal. 149

[20] Febvre dan Martin via Ahmed T Kuru Ibid. hal. 328
0%