Oleh Muhammad Ridha
Kalau ada yang paling membuat saya takjub di Turki salah satunya adalah arsitektur masjidnya yang sungguh menawan. Dalam kunjungan ke Turki kali ini, saya sempat melihat dari jauh masjid-masjid yang ditunjuk oleh pemandu wisata kami, Mehmet, dengan Indonesia terbata yang baru saja dipelajarinya empat bulan terakhir. Dia menunjuk masjid Sulaiman, masjid Hagia Sophia, masjid di bukit camme ca yang dibangun Erdogan, dan yang lain di kota Istanbul. Hanya dari atas bus. Dia juga menunjuk istana Dolmabahce dan gerbangnya, istana topkapi, juga kampus arsitektur yang didirikan untuk mengenang Mimar Sinan, arsitek masjid Usmani paling mahsyur.
Mimar Sinan adalah kepala arsitek Usmani dan insinyur sipil yang membangun proyek-proyek monumental di era Sultan Sulaiman, Selim II dan Murad III. Dia arsitek yang dihadiahi umur panjang hingga wafat di usia hampir satu abad. Dia membangun masjid Sulaiman, masjid Selimiye, masjid sokolu mehmed Pasha, masjid Banya Bashi, masjid Sehzade.
Mimar Sinan dianggap mewarisi pengetahuan terbaik arsitektur bizantium dan usmaniah. Hagia sopia telah menjadi model yang mengilhami Mimar Sinan merancang masjid Sulaimaniye, masjid sehzade dan yang lain. Hagia sopia yang diarsiteki oleh kepala akademia Plato, Isidorus dari Miletus dan Anthemius dari Tralles sejak abad ke empat Masehi telah menjadi ikon arsitektur bizantium. Kubah besar menggantung seperti menjadi model kubah-kubah masjid Usmani.
Saya beruntung, dalam kunjungan kali ini, ada banyak agenda di itinerari travel agen yang mencantumkan masjid sebagai titik kunjung. Seperti hari pertama tiba di Turki, melalui Istanbul International AirPort, kami langsung menuju makan pagi di sebuah restoran di kota Istanbul lalu meluncur ke kota Bursa, ibukota kuno kesultanan Usmani.
Dalam kunjungan kali ini, dalam jadwal, tercatat ada masjid Ulu Cami, Green Mosque, di Bursa; Isa bey mosque di Kusadasi; blue mosque, Hagia Sophia, dll di Istanbul. Di hari pertama, kami telah mengunjungi masjid Ulu Cami (Grand Mosque). Masjid ini selesai dibangun 1399 atas perintah sultan Beyezid I. Pembangunan dilaksanakan oleh arsitek Ali Neccar. Arsitektur masjid ini dianggap berciri arsitektur seljuk oleh sejumlah sumber. Masjid ini, meski dipugar beberapa kali, masih mempertahankan arsitektur dasar berupa pilar-pilar besar segi empat yang menopang dua puluh kubah. Juga kami telah singgah di green mosque (masjid hijau). Masjid yang dibangun oleh Celebi Mehmet I dan diarsiteki oleh Haci Ivaz Pasha. Masjid ini selesai dibangun tahun 1419. Kedua masjid ini adalah masjid terpenting di kota Bursa. Bangunan ini telah ditetapkan sebagai warisan budaya. Khusus untuk masjid Ulu Cami, oleh UNESCO dianggap berjasa untuk perkembangan dunia Islam. Sayangnya, kami tak sempat singgah ke masjid Emir Sultan yang juga merupakan masjid tua peninggalan Usmani di kota ini. Masjid ini tak begitu jauh dari makan pendiri wangsa Usmani, Usman Gazi dan Orkan Gazi.
Masjid-masjid di kota Bursa mewakili arsitektur Seljuk dan Usmaniah awal. Kota ini disebut sebagai ibukota pertama kesultanan usmaniah. Sebagaimana Herbert Adam Gibbons (2020) yang meneliti kelahiran awal wangsa Usmani dan menerbitkannya menjadi sebuah buku berjudul Jejak Awal Khilafah Utsmaniah Menelusuri Riwayat Para Peletak Dasar Imperium Islam Terakhir. Bentuk dasar bangunan masjid mulai beralih ke model perkawinan antara arsitektur Bizantium dan Usmaniah saat ibukota telah berpindah ke Istanbul dengan direbutnya kota Konstantinopel oleh pasukan muslim di bawah Sultan Mehmet Al-Fatih.
Sejak saat itu, masjid-masjid monumental, dibangun dengan ciri kompleks. Percampuran antara model bizantium yang diwakili oleh Hagia Sopia yang kemudian diaplikasikan menjadi model masjid-masjid besar Usmani dan juga tradisi menara masjid dari dunia Islam.
Di sela kunjungan di kedua masjid yang menakjubkan di Kota Bursa, saya sempat diperkenankan masuk ke ruang kerja dan musyawarah sultan Usmani di Green Mosque oleh imam besar masjid hijau, Radjab Pasha. Dia menceritrakan bagaimana musyawarah dilakukan untuk mengambil keputusan di kesultanan Usmani di sebuah ruang kecil berisi buku-buku.
Di kota yang ditinggali sekira 2 juta penduduk dan lebih dari 500ribu penduduk tambahan di musim dingin yang berasal dari kelas kaya dari Arab dan sebagian Eropa yang membeli rumah atau petak apartemen di sini. Di musim panas ini, kota ini mungkin kekurangan beban penduduk, tapi sungguh terlihat kota ini sedang bergeliat di antara pandemi global covid 19 yang telah mengubah hampir seluruh tata cara, route, jarak sosial yang pantas dan lain sebagainya.
Saat dinasti Usmaniah cukup besar, akhirnya memilih Bursa sebagai ibu kota. Kebijakan kesultanan yang dipimpin para gazi ini diambil mula-mula di sini. Lalu membesar dan menjadikan Usmani bisa menjadi kesultanan Islam paling berpengaruh yang berusia panjang. Jika kawan ke sini nanti, bolehlah berkunjung ke masjid-masjid cantik ini yah…