Oleh: Muhammad Ridha
Barangkali, tokoh dalam lintasan sejarah Islam yang paling paria tapi juga dianggap paling berjasa dalam komunitas lokalnya di Asia Tengah adalah, Timur I-Lang. Sungguh tokoh yang paradoks. Di satu sisi dipuja-puji tetapi di sisi lain ditulis dengan buruk.
Dia juga dikenal sebagai pahlawan dengan nama yang bermacam-macam: Tamerlane, Timur Lenk atau Amir Temur, bagi komunitasnya di Uzbekistan, Asia Tengah. Tokoh ini dipuji, bahkan dielu-elukan di dunia kecilnya di Asia Tengah, tetapi juga dibenci dan diletakkan dalam posisi paria dalam sejarah Islam secara umum. Para ilmuwan, sejarawan, menulisnya dalam gambaran yang antagonis: bengis, kejam, masokis atau tangan besi seperti kata besi yang melekat pada namanya. Atau penumpah darah, pembenci kehidupan bahkan pencabut nyawa.
Dalam beberapa kisah humor, Nasruddin Hoja, tokoh sufi dari Turki yang hidup sesaman dengan Timur bahkan sempat bertemu dengannya atas permintaan Timur, mengungkapkan seramnya pengalaman akan bertemu dengannya. Syahruddin Siregar meringkaskan kronik penaklukan yang dilakukan Timur: “Tahun 1381 Kurasan dia kuasai. Berikutnya mulai 1392 menyerang Iran, Irak, Anatolia dan Rusia Selatan. Tahun 1395 menyerang kaukasus, ke wilayah Rusia sampai tahun 1398 menyerang Delhi, India. Tahun 1399 menyerang Georgia, Anatolia dan Syiria. Tahun 1401 menyerang Mamluk di Aleppo dan sekali lagi menyerang Bagdad. Tahun 1402 dia menyerang Ankara mematahkan perlawanan Utsmani dan menawan Sultan Beyezid.[1]Rentetan perang dan penaklukan ini seperti bayang-bayang menakutkan bagi dunia di era Timur dan sering dilekatkan padanya.
Itulah kenapa sejarawan kontemporer menuliskan kesan buruk mengenai Timur. Baik penulis-penulis barat maupun peneliti-peneliti sejarah islam dari dunia Islam. Pada tempat pertama mungkin bisa ditemukan tulisan Safiq Mughni, seorang professor bidang sejarah islam dengan kehhususan sejarah islam di abad pertengahan zaman dimana Timur hidup, yang memberi gambaran cukup buruk: “Timur Lenk mengisi sejarah islam di Asia tengah dengan bengis.”[2]Tetapi pengakuan ini sebenarnya adalah pengakuan yang mendua. Menyebut Timur antagonis tetapi juga tidak bisa menutupi kelebihan Timur sebagai tokoh yang merupakan pelindung ulama, seniman, arsitek dan pemimpin islam yang Tangguh.
Amir Timur Empire
Tamim Anshary memberi gambaran kengerian Timur yang menyapu wilayah Asia Kecil (dan mengalahkan Turki Utsmani yang ketika itu dipimpin Sultan Beyezid dan menawannya hingga wafat) dan ke India. Menurut Tamim pemimpin dan keturunan mongol yang paling kejam yah Timur ini. “Bagi Timur, pertumpahan darah bukan sekedar strategi pertempuran yang lihai. Dia tampak menikmati hal itu demi kepentingannya sendiri. Dialah yang memiliki kesenangan menumpuk piramida terbuat dari kepala-kepala terpenggal di luar gerbang kota yang telah dijarahnya. Timur menghentak dan membantai dalam perjalanannya ke Asia Kecil kemudian mengentak dan membantai dalam perjalanannya kembali ke India, tempat dia meninggalkan begitu banyak mayat membusuk di jalan-jalan ke Delhi sehingga wilayah itu tak dapat dihuni selama berbulan-bulan.”[3]
Dalam Ensiklopedi Islam (1996) yang disusun oleh seorang muslim dari barat, Cyril Glasse, Timur Leng disebut sebagai pendiri dinasti Timuriyah yang besar di Asia Tengah. “Timuriyyah adalah sebuah dinasti (1370-1500) yang didirikan oleh Timur, yang juga Bernama Timur I-Leng, atau Timurlane (1336-1405), seorang pangeran Turkoman dari Samarkand di Transoxiana. Makamnya menunjukkan klaimnya sebagai keturunan Jenghis Khan. Tentara Timurlane bergerak melampaui padang rumput bagian utara turun sampai ke Persia dan India. Nama Timurlane identik dengan gerakan teror yang mengingatkan pada kumpulan tengkorak yang bertumpuk-tumpuk pada setiap kota yang ditaklukkan. Cucu Timurlane yang Bernama Ulug Beg membangun observatorium di luar Samarkand yang membawa kemaajuan ilmu perbintangan dalam berperan dalam penyusunan kembali sistem penanggalan[4]”.
Karena itulah, Cyril Glasse memberi simpulan ensiklopedik dari bukunya: “Timurid secara universal telah diakui oleh sejarawan budaya Islam abad pertengahan sebagai perwakilan puncak perlindungan seni dan sastra, terutama puisi, kaligrafi, lukisan dan iluminasi manuskrip, serta arsitektur. Mereka juga melindungi seluruh wilayah yang baru mulai terungkap melalui penelitian baru dan semakin menggarisbawahi peran penting dinasti asal Turki-Mongolia ini dalam sejarah budaya dunia Islam timur. Keseluruhan proses konferensi ini, pada kenyataannya, dikhususkan untuk “warisan” Dinasti Timurid, yang dampaknya tidak sebanding dengan cakupan geografis dinasti ini dan jangka waktu kekuasaan politiknya yang relatif singkat (tentu saja jika dibandingkan dengan negara-negara dinasti yang berumur panjang seperti Safawi, Ottoman, dan Mughal)”[5].
Prestasi Dinasti Timurid
Terdapat beberapa pengecualian yang membuat sejarawan harus melihat secara lebih objektif dan menempatkan tokoh Timur ini dalam sejarah yang tidak melulu antagonis. Fakta-fakta kemajuan ekomomi, kemajuan di bidang seni arsitektur, pertanian dan atau seni yang berkaitan dengan bidang pertanian dan arsitektur yaitu seni pertamanan terlihat amat menonjol. Seperti dicatat ME Subtelny “Salah satu prestasi utama Dinasti Timuriyah di bidang ekonomi adalah kemajuan pesat dalam bidang pertanian dan ilmu pertanian. Bukti mengenai hal ini terdapat dalam buku pedoman pertanian, Ershâd al-zerâ’a, yang diselesaikan pada tahun 921/1515 di Herat oleh Qasem B. Yusof Abu Nasri Haravi, dan didedikasikan untuk Safawi Shah Esma’il I. Ini berisi katalog lengkap tanaman, termasuk sereal, sayuran, dan bunga, yang dibudidayakan di wilayah Herat selama akhir periode Timurid, serta teknik pertanian, antara lain jenis tanah, waktu tanam yang terbaik, dan khasiat berbagai jenis pupuk[6].
Yang juga berhubungan dengan pertanian adalah bidang yang jelas-jelas mengungguli pendahulu mereka – desain taman, atau, dalam istilah yang terdengar sangat kontemporer, arsitektur lanskap. Banyak sekali bukti sejarah mengenai keberadaan taman-taman monumental di Samarqand di bawah Timur, lengkap dengan paviliun dan pohon-pohon berhiaskan berlian buatan, serta pada periode Timurid selanjutnya (beberapa di antaranya dijelaskan oleh Babur, yang juga menyebutkan pohon willow buatan yang dibuat dari potongan kulit berlapis emas di taman Soltan Hoseyn di Herat)[7].
Dalam desain pertamanan, salah satu yang paling berpengaruh adalah kodifikasi desain chahârbâgh terjadi di Asia Tengah dan India. Dari sini jelas terlihat karya-karya arsitektural dan pertamanan yang dipengaruhi oleh Timurid yang berdampak meluas tidak hanya di Asia Tengah tetapi dinasti yang lebih besar di selatan Mughal membuat praktik pertamanan, arsitektural, pembangunan musoleum, masjid dan madrasah dipraktikkan dengan skala yang lebih monumental. Secara lebih mikro, pengaruh ini bisa dilihat dari kepindahan Seyyed Mirak pada tahun 1529 ke India dan terlibat dalam pembangunan di Agra dan Dholpur untuk Babur. Yang lebih penting lagi dalam menelusuri warisan Timurid dalam bidang desain taman adalah perpindahan yang dilakukan sekitar tahun 1559 oleh putra Seyyed Mirak, Mohammad (yang dikenal sebagai Seyyed Mohammad-e Mirak), dari Bokhara ke India, di mana ia menjadi pembangun makam Homayun di Delhidengan pola chahârbâgh.[8]
Timur Lenk
Paradoks Sejarah Islam
Meski dinasti Timurid yang diwariskan oleh Timur Lenk tidak berumur panjang, tetapi warisannya tak bisa dikecilkan hanya oleh asal-usulnya dari dinasti yang amat kejam kepada dunia islam, Mongol; juga tak bisa disepelehkan hanya karena tidak menciptakan suatu dinasti islam yang lebih lestari dan berjangkauan luas seperti Utsmaniah di Anatolia, Fatimiyah di Mesir, atau Safawiah yang membesar di bekas wilayah yang ditaklukkan Timur di Persia; atau dianggap tak penting dalam sejarah islam yang luas membentang dari Asia Tenggara di Timur hingga Marokko di Afrika bagian barat.
Wilayah pengaruh dan wilayah yang ditaklukkan Timur Lenk
Timur Lenk dan juga dinasti yang diwariskannya dalam waktu tak lama pernah menguasai Persia, pernah menundukkan Delhi, menghukum Moskow atau bahkan hampir menghapus dinasti Islam yang saat itu tumbuh dengan pesat di Anatolia, Utsmaniah yang rajanya ditawan dan binasa di dalam tawanan Timur.
Yang tak kalah monumental, jika ini boleh ditempatkan sebagai warisan dinasti Timurid, adalah, keturunan Timur berhasil mendirikan dinasti Mughal di India yang justru berumur lebih panjang dan seperti menjadi pelantang dari warisan-warisan Timurid: observatorium di Samarkand milik Ulug Begh di bangun dengan kemampuan yang serupa di India. Taman-taman pemakaman seperti yang dilakukan untuk Timur di Samarkand, dibuat dalam skala yang jauh lebih besar di monumen-monumen seperti Makam Humayun, Makam Akbar, Makam Jahangir atau makam Mumtaj Mahal. Taman-taman Mughal yang mereplikasi kaidah-kaidah dari Timurid dan mengaplikasikannya dalam skala yang lebih besar. Wallahu A’lam bi Sawab
***
Penulis adalah peminat studi sejarah dan sains Islam, ketua Prodi Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar
Kepustakaan
[1] Syahruddin Siregar Timur Lenk dan Pengembangan Islam Jurnal Ittihad Vol. I No. 2 Juli-Desember 2017
[2] Prof. Dr. Syafiq A Mughni Dinamika Intelektual Islam pada Abad Kegelapan (Yogyakarta: Ircisod;2023)
[3] Tamim Ansary Dari Puncak Bagdad Sejarah Dunia Versi Islam (Jakarta: Zaman;2015) h. 265-266
[4] Cyril Glasse Ensiklopedi Islam (Bandung: Mizan:1996) H. 412
[5] Ibid h.412
[6] Mengenai Ershâd al-zerâ’a, lihat ME Subtelny, “A Medieval Persia Agricultural Manual in Context:The Irshâd al-Zirâ’a in Late Timurid and Early Safavid Khorasan”, Studia Iranica 22/2 (1993), hal. 167-217.
[7] L’héritage timouride : Iran – Asie centrale – Inde, XV e -XVIII e siècles https://journals-openedition-
[8] L’héritage timouride : Iran – Asie centrale – Inde, XV e -XVIII e siècles https://journals-openedition-