Melihat Kembali Turki, Membaca Kembali Masa Lalu

Jejak Studi atas Turki Usmani dan Sejarahnya

Oleh Muhammad Ridha

Kalau ada tempat yang ingin berulang saya kunjungi, pelajari seluk beluknya, itu adalah Turki. Pusat kesultanan Islam yang sungguh mengagumkan. Bukan hanya karena wilayahnya yang begitu luas, tapi juga karena warisan pengetahuan, kebudayaan, arsitektur dan kehidupan sosial yang diwariskannya.

Orang-orang Turki dan wilayahnya sejak lama telah menjadi fenomena dalam dunia Islam. Sejak pemerintahan dinasti Abbasiyah orang-orang Turki menjadi sangat dominan terutama dalam ketentaraan. Dinasti Seljuk menunjukkan betapa kuatnya dominasi orang Turki. Penaklukan Mughal oleh orang-orang Turki hingga pendirian dinasti Usmani di abad ke 14 hingga kian berkembang di abad ke 15 sampai abad ke 20 juga menjadi puncak dominasinya.[1]

Meski tak dianggap sebagai suatu kerajaan islam yang mewakili suatu ciri kemajuan berfikir, kebebasan ilmiah hingga peradaban literasi, dinasti usmani patut diberi tempat amat penting dalam sejarah. Dinasti islam inilah yang masih bertahan sampai akhir abad ke 20 dan masih melakukan kontrol relatif atas wilayahwilayah yang saya sebut di atas. Dinasti inilah juga yang menegakkan kembali kekhalifahan islam setelah ambruk oleh sapuan mongol.

Juga, tentu saja, dinasti yang bertahan begitu kuat, tumbuh hingga memiliki wilayah yang amat luas dan mampu menjalankan kontrol dan produksi serta reproduksi sistem kekuasaan adalah bukan perkara sederhana. Di belakangnya tentu ada gagasan kompleks, ada kisah, ada moral, ada ilmu pengetahuan, ada loyalitas, dominasi, konvensi atau gabungan kesemuanya.

Mungkin saja karena itu, Roger Crowley, John Freely hingga Herbert Adam Gibbons atau Augene Rogan menuliskan dan menerbitkan buku yang menjadikan kekuasaan Usmani sebagai subjek penelitiannya. Atau berangkat dari data-data yang terserak di wilayahwilayah Turki modern saat ini.

Roger Crowley (2020) menulis kisah kejatuhan kota Konstantinopel oleh pasukan Usmani yang dipimpin oleh Sultan Mehmet Al-Fatih dalam kisah epik dalam buku berjudul “1453 Detik-detik Kejatuhan Konstantinopel ke Tangan Muslim”. Penyerangan dilakukan selama malam dan siang hari. Pengepungan benteng konstantinopel dilakukan oleh lebih dari 80.000 pasukan Mehmet. Ada yang berkuda, ada yang berjalan dengan senjata biasa, juga ada yang berjalan dengan menarik meriam raksasa yang kelak amat berjasa menghancurkan dinding tembok konstantinopel. Setelah hampir dua bulan, benteng ini pun jatuh. Penjarahan di seluruh kota dilakukan oleh pasukan pemenang. Lalu kota ini beralih penguasaan: dari kota romawi dengan kristen ortodoks menjadi di bawah kekuasaan kesultanan Islam.

Tentu saja penaklukan ini fenomena yang tidaklah baru dalam dunia Islam sendiri. Konstantinopel telah lama dikelilingi oleh kekuasaan baik seljuk maupun ustmani. Kata Crowley, benteng ini memang hanya menunggu waktu untuk jatuh ke tangan kesultanan Islam. Belum lagi sejarah penaklukan Eropa juga telah berlangsung sejak abad ketujuh atau delapan masehi. Mulai dari penaklukan Sisilia hingga yang lebih lama adalah Andalusia. Menurut catatan Philip K Hitti (2019)[2], Sisilia di tangan muslim selama sekitar 3 abad dan Andalusia (semenanjung iberia yang saat ini terdiri dari wilayah Spanyol dan Portugal) selama lebih dari 7 abad.

Turki adalah wilayah yang membuat saya jatuh hati saat pertama kali tiba di sini. Kota-kota dengan bangunan-bangunan lama. Masjid-masjid tua. Kota kuno Efesus atau Hieropolis. Juga kisah-kisah tentang Troya, Izmir (Smirna) juga kota kuno penganut kristen yang memahat rumah di dinding bukit batu di Kapadokia. Tentu saja juga tentang kebudayaannya dan sejarahnya yang menembus waktu jauh ke belakang.

Baca juga:  Dua Imam Masjid, Dua Kisah dari Turki

Dua kota kuno, atau tepatnya situs bekas kota kuno, terdapat di kota Efesus dan kota Hieropolis di Pamukkale yang menawan. Efesus ancient city adalah bekas kota orang Yunani yang dibangun kirakira 2500 tahun lalu. Dilengkapi dengan patung-patung marmer, pilar-pilar marmer, stadium, pasar dan kolam-kolam permandian. Khusus di kota Hieropolis, ada banyak kolam thermal. Kolam air panas dari mata air di sekitar hieropolis yang membentuk formasi dinding putih alamiah kalsium karbonat cotton castill (kastil kapas).

Dua kota kuno ini meski sebagian besar telah teronggok sebagai sisa reruntuhan bangunan akibat gempa dan kerusakan-kerusakan alamiah masih menyisakan pertanyaan mendasar bagi saya mengenai teknologi membangun mereka 2500 tahun yang lalu. Teknologi yang bisa membangun kumpulan tembok, benteng, gedung pertunjukan, gedung parlemen dengan bahan-bahan dari beton Yunani, batu kapur, pualam/marmer dan bahan-bahan lainnya tentu saja bukan teknologi sederhana tanpa pengetahuan arsitektural kompleks, bukan? Jika itu dibangun sekarang, dengan teknologi arsitektur yang sudah sangat canggih, tentu saja itu bukan hanya capaian biasa saja, tapi juga tidak merupakan capaian kebudayaan penting. Bukan menunjukan suatu ledakan kognitif yang penting. Tapi kedua kota ini dibangun 2500 tahun lalu. Waktu ketika kegelapan di sebagian besar orang dan kebudayaannya masih begitu kuat.

Siapa yang membangunnya? Kisah ini mungkin akan memberi sedikit jawaban mengenai siapa dan kebudayaan orang-orang seperti apa yang membangun kota kuno Efesus di Kusadasi dan Hieropolis di Pamukkale dan kota-kota orang Yunani di Anatolia seperti di Smirna/Izmir di Turki sisi Asia atau kita kuno orang-orang Kristen di Kapadokia.

Adalah Prof. John Freely yang menulis buku berjudul “Cahaya dari Timur: Peran Ilmuwan dan sains Islam dalam Membentuk Dunia Barat” dan menjelaskan di mana saja pengetahuan bermula dan dari mana saja warisan pengetahuan dan kebudayaan yang berkembang di dunia islam itu. Dia bercerita mengenai peradaban kuno Yunani, Mesir Kuno dan orang-orang di sekitar Mesopotamia. Mereka semua mengembangkan aritmatika dasar, ilmu astronomi dan astrologi juga teknologi pertanian dan teologi. Saling berbagi pengaruh antara orang-orang di Yunani, Mesir dan wilayah-wilayah antara sungai Eufrat dan Tigris. Tetapi Freely menjelaskan ledakan kognitif terpenting sejarah baru kita dalam fenonema orang-orang pandai Yunani itu. Dia menjelaskan persebaran awal tiga suku bangsa asli Yunani seperti orang Ionia, orang Doria, dan Aeolia yang menjadi bangsa-bangsa awal yang mempersoalkan kosmologi dan teologi awal. Jika anda mengenal Thales, Anaximenes dan Anaximandros, mereka adalah bagian dari migrasi awal bangsa Yunani yang kemudian mendiami Atena, Kreta dan Attica lalu meluas ke wilayah Turki dan sekitarnya.

Freely menyebut orang-orang Yunani awal ini sebagai “bangsa orang-orang pintar”. Bangsa pertama yang menanyakan ‘siapa yang membangun alam semesta?’ ‘Unsur apa yang membangunnya?’ Bangsa pertama yang menyusun sistematika mengenai etika, estetika, logika, aritmatika, geometri dan ilmu-ilmu lainnya. Pertanyaan-pertanyaan filsafat dan ilmu pengetahuan yang jawabannya kita kenal sebagai filsafat mula-mula. Tapi bukankah yang saya ceritakan ini Turki bukan Yunani? Baik. Saya ingin menjelaskan sedikit.

Baca juga:  Liburan di Tiga Negara: Malaysia, Khazakstan dan Uzbekistan

Yang disebut kebudayaan Yunani itu bukan hanya negara Yunani modern saat ini. Tempat itu justru hanya sebagian kecil dari konsep, aktifitas, wilayah geografis yang disebut Yunani atau kebudayaan yang dipengaruhinya. Di mana “Yunani” yang dulu itu? Yunani yang dulu itu adalah kebudayaan orang-orang yang dipengaruhi oleh peradaban Yunani. Wilayah ini bisa meluas antara Anatolia, negeri di sekitar laut hitam dan dilalui selat Bosporus dan laut Marmara. Sebagian wilayah anatolia hingga awal abad 20 masih ditinggali oleh orang-orang Yunani sebelum aneksasi oleh Kemal Attaturk menyebabkan orang Yunani harus menyeberangi laut aegea menuju ke Atena, pusat negara Yunani saat ini.

Jika kita menggunakan defenisi Yunani sebagai sebuah kebudayaan dan perangkat pengetahuan yang diproduksi berpusat di Atena dan kuil-kuil pagan di Anatolia dan kuil pagan di Aleksandria maka tiga wilayah ini adalah pusat persebaran dan pengaruh Yunani terkuat. Apalagi di tiga wilayah inilah, Yunani (Atena); Turki (Smirna) dan Mesir (Aleksandria) pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan Yunani diajarkan dan disebarkan melalui perpustakaan umum, museum dan universitas Yunani terpenting yakni Lyceum Aristoteles dan Akademia Plato.

Semua institusi kebudayaan dan pengetahuan Yunani ini berada di tiga wilayah di tiga benua ini. Para akademisi di akademia Plato misalnya bisa merupakan pengajar di Smirna, Aleksandria atau Atena sekaligus. Akademia Plato ini sendiri berdiri hampir seribu tahun sebelum kaisar Justinian menutupnya di pertengahan abad kelima masehi.

Uraian seperti yang saya kemukakan mengenai genealogi pengetahuan dan asal usul biologis orang-orang Turki yang mewarisi genetika orang Yunani, mewarisi kebudayaan dan pengetahuannya dikemukakan oleh John Freely (2006).

Bangsa Turki saat ini adalah percampuran berbagai bangsa yang berkawin-mawin di antara semuanya. Usmani sendiri adalah emigran dari wilayah sekitar Asia Tengah. Ketika sampai pada tahap kekuasaan Usmani cukup besar, dia menjalankan satu kebijakan populasi yang sangat berpengaruh yang membuat bangsa ini bercampur baur dengan orang turk, orang Slavia, orang Serbia dan Yunani. Menurut Herbert Adam Gibbons (2018) bahkan dalam sekitar satu abad sejak Usmani memiliki pengaruh yang sudah cukup besar dan melakukan penaklukan ke sisi Eropa dia membolehkan perkawinan antara ksatria perangnya dengan perempuan dari bangsa yang ditaklukkan. Jadilah bangsa Usmani dan Turki secara umum adalah perkawinan berbagai macam suku bangsa.

Karena itulah, mereka mewarisi berbagai macam pengetahuan, praktik kebudayaan dari bangsa-bangsa yang telah lebih dulu memberi pengaruh di wilayah yang didiami saat ini. Contoh-contoh pewarisan semacam ini bisa dilihat di wilayah-wilayah Turki seperti Izmir, Kusadasi yang di dalamnya kuil artemi, kota kuno efesus, gereja san john (yang sejak kekuasaan turki seljuk diubah menjadi masjid oleh Isabey) atau yang paling monumental adalah warisan arsitektur bizantium pada gereja Hagia Sopia yang kemudian setelah penaklukan Usmani atas Konstantinopel menjadikannya masjid dan menjadikan model kubah dan arsitektur dasarnya sebagai model-model masjid besar usmaniah.

Baca juga:  Masjid-masjid di Turki

Yang lebih menarik dari uraian asal-usul dan persambungan genealogis, genetika, kebudayaan benda-benda, sistem gagasan dan wilayah orang yunani yang didapatkan oleh bangsa turki Usmani, adalah bagaimana sebuah imperium besar, bertahan selama sekitar lima abad dengan wilayah kekuasaan demikian luas. Eugene Rogan (2018)[3] mengulas dengan menarik bagaimana dimulainya kemunduran dan tanda-tanda kehancuran imperium Islam terakhir ini. Sejak kekalahan usmani saat penyerangan Swiss, kerusakan kebudayaan di sekitar istana ustmaniah, krisis legitimasi, goncangan dari sejumlah gubernur-gubernur di wilayah arab, hingga perang dunia pertama yang menelan biaya sangat besar dan Turki Usmani berada di pihak yang mengalami kekalahan dalam perang tersebut.

Buku lainnya saya kira adalah buku John Freely tentang kehidupan sang penakluk benteng konstantinopel, Muhammad El-Fatih Kisah Sang Penakluk (2017). Kisah hidup Muhammad El Fatih, sultan yang dua kali menjadi sultan Usmani, saat umurnya 12 tahun dan saat umurnya 19 tahun hingga akhir hidupnya.

Ada juga buku Herbert Adam Gibbons yang menerangkan jejak awal wangsa utsmani hingga cukup berpengaruh dalam sejarah. Terutama sejarah regional Eropa Tenggara dan Anatolia. Herbert Adam Gibbons (2018) adalah salah seorang Professor departemen sejarah Princeton University dan wartawan Amerika awal yang ditugaskan di Turki, Spanyol dan beberapa negara lain, yang paling serius mempelajari asal usul wangsa Usmani. Herbert kemudian menulis dan menerbitkan buku Jejak Awal Khilafah Utsmani: Menelusuri Riwayat Para Peletak Dasar Imperium Islam Terakhir untuk memberi penjelasan asal usul wangsa utsmani yang menurutnya berbeda dengan apa yang secara umum orang Eropa sebut sebagai bangsa Turki. Tapi semua saat ini telah lebur dalam identitas yang kosmopolit di antar orang-orang di Turki, wilayah-wilayah di Eropa Tenggara dan Asia Tengah.

Semua studi ini menunjukkan suatu kualitas amat tidak biasa dari institusi, kekuasaan, bangsa Turki dalam sejarah sekira tujuh abad terakhir. Memberi petunjuk betapa kompleks dan menariknya wilayah ini: saat orang-orang Yunani awal mulai berkembang mereka meluber ke Bizantium dan menguasai anatolia, saat orang-orang berpencar dari Asia Tengah sebagian datang ke Anatolia, saat Islam di tempat-tempat lain surut kekhalifahan Usmani malah tumbuh meluas, saat agama Islam mulai mandeg, ritualis dan miskin imajinasi spiritualitas ada Jalaluddin Rumi di Konya dan Nasruddin Hoja di Aksehir yang menyegarkannya. Saat komunisme mulai tumbuh di Uni Soviet, Naciye Hanim memberi pidatonya di kongres bangsa-bangsa timur. Saat orang cenderung melihat hanya islamisme yang ada di sana, di Timur Anatolia, seorang bupati yang kemudian menjadi walikota Tunceli di ibukota provinsi adalah wakil dari partai komunis Turki. Asyik kan? Selalu cukup alasan untuk melihat dan menuliskan Turki. Dari sudut mana saja.

Catatan
[1] (Lihat: Tamim Anshari: Dari Puncak Bagdad, sejarah dunia versi Islam, 2016)

[2] Philip K Hitti, Histori Of The Arabs, 2019

[3] Lihat Eugene Rogan Dari Puncak Khilafah Sejarah Arab-Islam Sejak Kejayaan Ustmani, 2018

0%